Larangan menghina siapa saja, termasuk pasangan

Islam selalu mengajarkan hal-hal baik kepada umatnya termasuk untuk tidak bersikap saling menghina. Kita juga dianjurkan bersikap dan bertutur kata yang baik. Kalaupun tidak sanggup melakukannya maka diam akan lebih baik. Seperti sabda Rasulullah yang tertera dalam hadits berikut:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

“Tidak boleh seorang mukmin menjelekkan seorang mukminah. Jika ia membenci satu akhlak darinya maka ia ridha darinya (dari sisi) yang lain.” (HR. Muslim)

Hukum Pernikahan dalam Islam

Hukum pernikahan dalam Islam berdasarkan pada Al-Qur'an, sunnah, dan Ijma' para ulama. Secara umum, hukum pernikahan dalam Islam adalah mubah atau boleh dilakukan.

Namun, ada beberapa hal yang dapat membuat hukum pernikahan menjadi wajib atau haram. Berikut ini hukum pernikahan yang dilansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama Jawa Timur untuk Anda pahami lebih lanjut:

Hukum pernikahan yang pertama adalah sunnah bagi orang yang mampu. Menikah merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW agar terhindar dari perbuatan zina.

Dalam sebuah hadits Riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu menikah, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya." (HR. Bukhari no. 4779).

Hukum pernikahan dalam Islam yang kedua yaitu sunnah ditinggalkan. Meskipun sudah siap untuk menikah, namun sebaiknya pernikahan ditunda apabila belum memiliki kemampuan finansial untuk menafkahi istri.

Hal ini sesuai sunnah Rasulullah SAW yang ditegaskan dalam hadits Riwayat Bukhari yang berbunyi:

“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.”

Dalam kondisi ini, lebih baik fokus untuk meningkatkan kemampuan finansial, memperbanyak ibadah, dan berpuasa agar diberikan kemampuan untuk menikah.

Hukum pernikahan makruh berlaku bagi orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah, baik karena karakternya yang memang demikian ataupun karena alasan kesehatan.

Ditambah lagi, orang tersebut tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan keluarganya. Jika dipaksakan untuk menikah, dikhawatirkan hak dan kewajiban dalam pernikahan tidak akan terpenuhi.

Hukum pernikahan dalam Islam menganjurkan bagi mereka yang mampu untuk menikah dan menafkahi istri dan keluarga.

Namun, pengecualian berlaku bagi orang yang memilih untuk tidak menikah dengan alasan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Contohnya, seseorang yang sedang fokus menuntut ilmu atau memiliki prioritas lain yang lebih penting daripada pernikahan. Dalam situasi ini, hukum pernikahan baginya lebih diutamakan untuk tidak menikah terlebih dahulu.

Bagi orang yang mampu, hukum pernikahan menjadi lebih utama dibandingkan dengan menundanya. Hal ini berbeda dengan orang yang menunda pernikahan karena kesibukan menuntut ilmu atau beribadah.

Meskipun menikah dianjurkan, Islam memberikan toleransi hukum pernikahan dengan alasan tertentu, seperti belum siap secara finansial, ingin fokus pada pendidikan, atau memiliki kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan.

Islam menjaga dan memuliakan perempuan

Dalam Islam, perempuan itu adalah sosok yang sangat dimuliakan dan ditinggikan kedudukannya, seperti sabda Rasulullah berikut:

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku. - (HR. At-Tirmidzi)

Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. dalam suatu kajiannya juga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad selalu memperlakukan istri-istrinya dengan sangat baik. “Nabi Muhammad SAW ketika ribut dengan istrinya, beliau tidak pernah merendahkan Aisyah. Bahkan, beliau meminta maaf padanya. Untuk itu, kalau nabi seperti itu, maka ketika suami melihat kesalahannya istri, lihatlah ia sebagai perempuan yang banyak kekurangan, maka sempurnakan dirinya,” Jelasnya.

Dari apa yang diajarkan Islam dan kisah Nabi ini, sudah menjadi bukti yang nyata bahwasanya perempuan layak untuk dihargai. Suami yang baik dan memiliki pandangan luas tentu tidak mungkin merendahkan istrinya baik secara umum atau pribadi.

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.

Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Perjalanan rumah tangga tidak pernah lepas dari masalah dan perdebatan. Sering kali dalam menghadapi konflik yang terjadi, secara tidak sadar kita mengucap kalimat di luar kata-kata yang diharapkan akibat dibalut rasa emosi. Bahkan, tidak jarang muncul kata-kata yang menghina ketika sedang bertengkar.

Padahal, sepasang suami istri diharuskan saling memahami satu sama lain untuk mencapai rumah tangga yang harmonis. Sikap saling menyakiti haruslah dihindari, bukan hanya secara fisik melainkan juga melalui verbal atau ucapan. Dalam agama Islam pun, seorang suami dilarang untuk menghina istrinya, begitu pula sebaliknya.

Untuk lebih jelas memahaminya berikut ini Popbela merangkum dari berbagai sumber, informasi mengenai hukum suami menghina istri dalam agama islam.

Hukum Pernikahan dalam Islam

Jumhur ulama menyebut bahwa hukum pernikahan pada seseorang bisa berubah dan tiap orangnya dapat berbeda lantaran tergantung kondisi dan permasalahan yang dialami.

Berikut berbagai hukumnya yang dilansir dari Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, Fiqih Islam wa Adilatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, dan Panduan Lengkap Muamalah oleh Muhammad Bagir:

Menjadi wajib apabila seorang muslim telah cukup kemampuan untuk melangsungkannya, baik secara finansial maupun lahir batin. Di sisi lain ia memiliki hasrat seksual yang tinggi dan khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan jika ia tidak menikah. Ia juga tidak mampu menjaga dirinya dari perbuatan hina dengan cara lain seperti puasa.

Mengingat bahwa menjaga kesucian dan kehormatan adalah suatu keharusan, begitu pula dengan menjauhi perbuatan yang dilarang agama. Sehingga cara terbaik baginya adalah dengan menikah.

Apabila seseorang akan mendzalimi serta membahayakan pasangannya jika menikah, seperti dalam kondisi tidak dapat memenuhi kebutuhan pernikahan lahiriah dan batiniah, atau tidak mampu berbuat adil terhadap istri-istrinya. Juga menjadi haram bila hendak melakukan penipuan.

Atau ada kasus di mana salah satu pasangannya menderita penyakit yang bisa menghalangi kebahagiaan di antara mereka kelak, maka tidak halal baginya untuk menyembunyikan hal itu. Kecuali telah memberitahukan kekurangannya itu kepada calom pasangannya.

Tidak menjadi wajib melainkan sunnah jika seseorang sudah mampu dalam finansial dan pemenuhan lahir batin, tetapi tidak takut akan tergelincir kepada perilaku yang dilarang. Dilatarbelakangi pula dengan umurnya yang terbilang masih muda.

Orang dengan keadaan seperti ini sebatas dianjurkan untuk menikah, tidak sampai diwajibkan. Lantaran ia mampu menjaga dirinya dari perbuatan zina.

Bagi orang yang tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah, tetapi calon istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka. Dengan kondisi seperti ini, maka menikah adalah makhruh bila dipandang dalam Islam.

Di mana seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, dzalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah. Tidak ada pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang yakni boleh (mubah).

Pernikahan termasuk perwujudan ibadah dalam agama Islam. Bahkan pernikahan disebut sebagai ibadah terpanjang.

Pada dasarnya, hukum pernikahan dalam Islam sendiri sangat dianjurkan Rasulullah bagi mereka yang mampu untuk melaksanakannya. Akan tetapi, hukum nikah dapat berubah tergantung situasi serta kondisi seseorang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip NU Online, pernikahan dalam Islam ditilik dari sudut pandang hukum sebagai berikut.

حُكم النِكَاحِ شَرْعُا للنكاح أحكام متعددة، وليس حكماً واحداً، وذلك تبعاً للحالة التي يكون عليها الشخص

Artinya: "Hukum nikah secara syara'. Nikah memiliki hukum yang berbeda-beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang (secara kasuistik)," (Sa'id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji 'ala Madzhabil Imamis Syâfi'i, Surabaya, Al-Fithrah, 2000, juz IV, halaman 17).

Dari penjelasan tersebut, maka hukum nikah berbeda-beda sesuai dengan kondisi seseorang dan tidak bisa disamaratakan.

Dirangkum dari buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam (2023), berikut macam-macam hukum pernikahan dalam Islam dan kriterianya.

Bagi orang yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk menikah, serta khawatir dirinya terjerumus perbuatan zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah wajib.

Hal itu didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang. Seseorang dikatakan wajib untuk menikah apabila:

Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melangsungkan perkawinan tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah sunah.

Pernikahan dianggap sunah untuk dilakukan apabila:

Seseorang dalam kondisi stabil, tidak cemas akan terjerumus kepada zina, zalim atau membahayakan pasangannya jika tidak menikah.

Tidak ada pula dorongan maupun hambatan untuk melakukan atau meninggalkan pernikahan. Dalam keadaan ini, hukum menikah bagi seseorang tersebut yakni boleh atau mubah, yang artinya tidak berdosa dan tidak pula berpahala apabila dilakukan.

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan tetapi orang tersebut tidak punya penghasilan serta tidak mampu memenuhi kebutuhan batiniah.

Sementara calon istrinya rela dan memiliki harta cukup untuk menghidupi mereka. Dengan kondisi seperti itu, maka hukum pernikahannya dalam Islam dipandang makruh, yakni tidak dianjurkan atau tidak disukai.

Pernikahan haram hukumnya bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga.

Apabila melangsungkan perkawinan berpotensi menelantarkan dirinya dan istrinya maka hukum melakukan pernikahanan bagi orang itu haram.

Pernikahan bisa menjadi haram apabila:

Itulah beberapa penjelasan tentang hukum pernikahan dalam Islam, mulai dari wajib, sunah, mubah, makruh, sampai haram yang harus diketahui setiap Muslim.

Pelaksanaan hukum pernikahan dalam Islam diatur oleh syariat. Hukum dari menikah atas dasar situasi dan kondisi seorang yang akan menikah.

Hukum pernikahan dalam Islam terbagi dalam beberapa kategori yang memiliki kondisi berbeda. Menikah menjadi satu cara untuk bersyukur atas nikmat cinta dan kehidupan yang telah Allah berikan Bahkan, menikah dikatakan sebagai salah satu cara terbaik untuk menyempurnakan setengah iman.

Dalam Islam, menikah adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Menikah dapat membantu seseorang menjaga kesucian diri dari perbuatan zina. Ibadah ini sangat dianjurkan bagi seorang muslim yang mampu untuk menjalankannya

Untuk memahami hukum pernikahan secara lebih lanjut, melakukan konsultasi pada guru atau orang yang lebih paham mengenai Islam sangat dianjurkan.

Hal ini untuk mengetahui kesinambungan kondisi tiap individu untuk melangsungkan pernikahan. Pernikahan diniatkan untuk membawa kebahagiaan.

Meningkatkan Ibadah

Sejalan dengan hukum pernikahan dalam Islam, pernikahan yang baik dapat meningkatkan ibadah seseorang. Suami dan istri dapat saling mengingatkan untuk menjalankan ibadah wajib seperti salat, puasa, dan membaca Al-Qur’an. Suami istri juga bisa saling mengajak untuk berbuat kebaikan.

Pasangan yang menikah dianjurkan untuk melakukan salat berjamaah di rumah atau masjid. Salat berjamaah dapat meningkatkan pahala untuk keduanya. Serta memperkuat ikatan spiritual yang terjalin antara suami dan istri.

Menikah adalah bentuk ibadah yang sangat mulia. Dalam setiap langkah yang diambil bersama pasangan, ada pahala yang menunggu. Saling menguatkan dalam ibadah dan bersama-sama membangun keluarga yang penuh berkah.

Suami memiliki fungsi sebagai qowwam

Dalam suatu kajian ceramah, ustadzah Umi Makki juga mencoba menjelaskan perihal pertanyaan bagaimana hukum suami yang menghina istrinya.

Ia menyebut bahwa salah satu fungsi suami itu adalah “Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā” seperti penggalan surat An-nisa ayat 34 yang artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan...”

Namun, artinya di sini bukan hanya laki-laki lebih kuat atau lebih berkuasa, melainkan salah satu fungsi dari laki-laki adalah untuk menanggung semua beban yang ada pada pundak istri.

"Ketika melihat istrinya merasa tertekan jadilah penenang hati penyejuk jiwa. Ketika melihat istrinya tidak percaya diri, angkatlah derajatnya,” jelas ustadzah Umi Makki.

Ia juga menyebut bahwa ketika laki-laki sudah menghina istrinya, maka ia sudah menghilangkan fungsi dirinya sendiri sebagai laki-laki.

Dalil yang memerintahkan suami berbuat baik kepada istri

Selain memiliki fungsi untuk menemani istri menanggung bebannya, suami juga dianjurkan untuk bersikap baik kepada istri. Hal ini sudah dijelaskan dalam banyak dalil, di antaranya:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku” (HR. At-Tirmidzi)

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz[1] , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.  - (QS. An-Nisaa’: 34)

“Barang siapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka bergugurlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka.” (Diriwayatkan dari Maisarah bin Ali)

Orang-orang yang menyakiti mu’min laki-laki dan mu’min perempuan tanpa perbuatan yang mereka lakukan, Maka sesungguhnya mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata. - (QS. Al-Ahzab:84)

Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. - (QS. Ali Imran:159)

Itulah penjelasan mengenai hukum suami menghina istri dalam agama Islam. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama kamu yang sedang menjalani kehidupan rumah tangga atau mungkin sedang menuju ke arah sana.

Hukum Pernikahan dalam Islam

Pelaksanaan hukum pernikahan dalam agama Islam telah diatur oleh syariat. Hukum dari menikah memiliki beberapa kategori berdasarkan situasi dan kondisi dari seorang individu yang hendak menikah. Tidak semua kondisi mewajibkan adanya pernikahan.

Hukum pernikahan dalam Islam bagi yang sudah memiliki kemampuan secara finansial dan fisik adalah wajib.

Pernikahan dilakukan untuk menghindari kekhawatiran akan jatuh dalam perbuatan zina jika tidak menikah. Dalam kondisi ini, menikah menjadi kewajiban untuk menghindari dosa besar.

Seorang muslim diharuskan untuk menjaga dirinya dari perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satu kriteria yang harus terpenuhi bagi seorang muslim yang diwajibkan untuk menikah adalah keadaan jasmani dan rohani yang sempurna. Artinya, kondisi fisik dan mentalnya sudah harus matang.

Bagi seseorang yang mampu menikah dan tidak khawatir jatuh dalam perbuatan zina, menikah disunnahkan. Menikah sangat dianjurkan dalam Islam. Pernikahan merupakan salah satu cara untuk menjaga kehormatan diri.

Pernikahan dapat menjadi makruh jika seorang muslim merasa bahwa dirinya tidak akan mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai suami atau istri. Misalnya saja tidak mampu memberikan nafkah atau perhatian yang cukup kepada pasangannya. Kondisi ini tidak dianjurkan (makruh).

Hukum pernikahan dalam Islam yang dianggap mubah ialah ketika seorang muslim tidak berada dalam kondisi yang memaksanya untuk menikah.

Dirinya merasa tidak khawatir akan berbuat zina dan tidak memiliki alasan yang kuat untuk tidak menikah. Hukum pernikahannya menjadi mubah.

Kondisi haram ditujukan bagi seseorang yang menikahi dengan melanggar syariat Islam. Dirinya tidak memiliki kemampuan dan keinginan untuk melaksanakan pernikahan. Misalnya menikahi mahram (keluarga dekat) dan menikah dengan tujuan melakukan penipuan (eksploitasi).

Dalam pernikahan, Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri secara adil dan seimbang. Setiap pasangan harus saling menghormati dan memenuhi kewajibannya.

Pasangan suami istri diharapkan untuk saling mendukung dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Islam sangat menekankan pentingnya niat dan tujuan pernikahan.

Setiap muslim dianjurkan untuk mempertimbangkan pernikahan dengan matang dan sesuai dengan ketentuan. Sebelum memutuskan untuk menikah, ada baiknya mengetahui tujuan–tujuan dari pernikahan menurut Islam.

Memahami 5 Hukum Pernikahan dalam Islam

“Pernikahan merupakan ikatan yang sakral dan abadi. Maka dari itu, Anda perlu memahami bagaimana kedudukan dan hukum pernikahan di mata agama dan negara agar bisa menjalani rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah.”

Di Indonesia, hukum pernikahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Hukum pernikahan tersebut bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban suami dan istri.

Secara umum, pernikahan dapat diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

Dalam islam, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan. Ada banyak ayat Al-Quran dan dalil yang menjadi landasan hukum pernikahan dalam Islam, salah satunya dalam Surat An-Nur ayat 32 yang berbunyi:

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menikah, baik laki-laki maupun perempuan. Maka dari itu, tidak ada salahnya Anda mulai mempersiapkan budget untuk melangsungkan pernikahan mulai dari sekarang.

Anda bisa membuka rekening tabungan khusus agar lebih mudah menabung dan tidak bercampur dengan dana pribadi. Anda bisa membuka tabungan GOAL Savers iB yang akan membantu disiplin menabung dengan pilihan frekuensi harian/mingguan/bulanan untuk mewujudkan pernikahan impian Anda bersama pasangan.

Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Nikah Online yang Harus Anda Ketahui